Senin, 09 Juli 2018

Lukmen Menang Mutlak 70,70% Suara, Menutup Pintu Sengketa di MK 7 Juli 2018 01:09 Diperbarui: 7 Juli 2018 01:09 1633 0 0 Lukmen Menang Mutlak 70,70% Suara, Menutup Pintu Sengketa di MK dokpri Wakil Bangsa Papua - Hasil perhitungan suara yang sudah terkumpul di 22 Kabupaten/Kota, yang telah menjalani Pleno di KPUD, yang mencapai 2.130.364 suara, telah mengunci kemenangan Pasangan Lukmen, dengan perolehan mencapai 1.506.218 suara (sebesar 70,70%). Sedangkan Pasangan Joshua hanya mampu mengantongi suara sebesar 624.146 atau hanya mencapai 29,29%. Melihat selisih hasil perolehan Pleno KPUD yang terlampau sangat jauh, antara Pasangan Lukmen versus Joshua, yang mencapai 41,4% atau mencapai selisih 882.072 suara, menjadi angka yang sangat "impossible/mustahil" untuk disengketakan oleh pasangan yang mengalami kekalahan, sekalipun gugatan tersebut "sekedar" untuk didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi. Sebab, Undang-Undang mengatur syarat secara terbatas "limitatif" terkait pengajuan gugatan menyangkut pembatalan hasil perhitungan suara yang dilaksanakan KPUD Kabupaten/Kota/Provinsi di Provinsi Papua ke Mahkamah Konstitusi, dengan ambang batas atas sebesar 1,5%. Yang artinya, Pasangan Joshua dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi apabila selisih perolehan suara yang disengketakan hanya berselisih paling tinggi 1,5%. Mengapa ambang batas atas pengajuan sengketa hasil Pilkada Provinsi Papua hanya 1,5%, bahkan lebih kecil dari 2%? sebab populasi penduduk di Provinsi Papua yang tercatat dalam data resmi KPU mencapai 4.247.758 , dengan angka populasi yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 3.409.147 Suara. Berdasarkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Darah, Provinsi Papua masuk dalam kualifikasi ambang batas pengajuan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, paling tinggi mengalami selisih suara hanya mencapai 1,5% (grade populasi 2 Juta -- 6 Juta jiwa). Sedangkan selisih perolehan suara yang dicapai pada saat tulisan ini dirilis (mengacu pada hasil tanggal 5 Juli 2018), menempatkan pasangan Lukmen mengungguli perolehan suara Joshua sebesar 41,4%. Bagi proses gugatan ke Mahkamah Konstitusi, angka 41,4% merupakan alasan pembatal setiap gugatan, bahkan setiap gugatan pasti akan mendapatkan penolakan pada fase pendaftaran gugatan di MK (mengacu pada ketentuan hukum beracara di Mahkamah Konstitusi). Jika terdapat pernyataan sumir, bahwa keputusan "kemenangan mutlak" pasangan Lukmen belum bisa ditentukan, sebab masih terdapat sisa suara yang masih belum diplenokan di sisa 7 Kabupaten/Kota, maka mari kita menghitung berapa potensi sisa suara yang bisa diperoleh oleh kedua pasangan yang tengah menunggu hasil putusan Pleno final KPU Provinsi. Secara garis besar, perolehan suara di 22 Kabupaten/Kota yang telah melaksanakan pleno dapat dilihat pada grafik berikut ini: dokpri dokpri dokpri dokpri Grafik diatas menggambarkan distribusi “success rate” untuk pasangan Lukmen versus Joshua untuk perolehan suara ditiap 22 Kabupaten/Kota, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: Kabupaten Biak Numfor 46% versus 54% (Joshua Unggul), Dogiyai 77% versus 23% (Lukmen Unggul), Nabire 56% versus 44% (Lukmen Unggul), Nduga 67% versus 33% (Lukmen Unggul), Kep. Yapen 57% versus 43% (Lukmen Ungggul), Peg. Bintang 71% versus 29% (Lukmen Unggul), Puncak Jaya 88% versus 12% (Lukmen Unggul), Sarmi 43 versus 57 (Joshua Unggul), Yalimo 93% versus 7% (Lukmen Unggul), Yahukimo 79% versus 21% (Lukmen Unggul), Keerom 63% versus 37% (Lukmen Unggul), Puncak 93% versus 7% (Lukmen Unggul), Mappi 71% versus 29% (Lukmen Unggul), Kota Jayapura 46% versus 54% (Joshua Unggul), Mamberamo Raya 68% versus 32% (Lukmen Unggul), Waropen 54% versus 46%(Lukmen Unggul), Paniai 81% versus 19% (Lukmen Unggul), Boven Digoel 65% versus 35% (Lukmen Unggul), Intan Jaya 30% versus 70% (Joshua Unggul), Merauke 49% versus 51% (Joshua Unggul), Kabupaten Jayapura 43% versus 57% (Joshua Unggul), dan Tolikara 81% versus 19% (Lukmen Unggul). dokpri dokpri Berdasarkan grafik diatas, potensi perolehan suara untuk sisa 7 Kabupaten/Kota yang belum mengumumkan hasil pleno rekapitulasi surat suara, berdasarkan “perhitungan success rate di 22 Kabupaten/Kota, dapat memprediksi perolehan suara yang akan bertambah untuk pasangan Lukmen mencapai 831.209 suara (belum mengexclude potensi suara tidak sah), sedangkan pasangan Joshua hanya mampu menambah 447.574 suara (belum mengexclude potensi suara tidak sah). Jika kita menggunakan data success rate partisipasi pemilih yang diumumkan oleh KPU Pusat untuk Pilkada Tahun 2018 yang ditetapkan pada angka 77,5%, maka koreksi perolehan suara berdasarkan perhitungan success rate di 7 Kabupaten/Kota (setelah mengexclude potensi suara tidak sah/tidak memilih) masing-masing potensi penambahan suara untuk pasangan Lukmen dapat mencapai 644.187 suara dan potensi penambahan suara untuk pasangan Joshua dapat mencapai 346.870 suara. Dengan demikian, status keputusan pleno di 22 Kabupaten/Kota yang telah merilis hasil perhitungan suara final dimasing-masing daerah tersebut, yang mencapai 41,4%, dengan angka rata-rata success rate untuk pasangan Lukmen di 22 Kabupaten/Kota mencapai 65% sedangkan pasangan Joshua hanya sebesar 35%, sekalipun, terjadi potensi penambahan suara terhadap 7 Kabupaten/Kota yang belum mengumumkan hasil pleno rekapitulasinya, dapat dipastikan “ekspektasi” selisih perolehan suara final untuk pasangan Lukmen versus Joshua akan berada pada kisaran angka 37% (68,56% untuk Lukmen dan 31,43% untuk Joshua). Perhitungan ini menggunakan permodelan, apabila bentuk kurva yang terbentuk, adalah kurva distribusi binomial, terutama kecenderungan untuk mendekati angka rata-rata success rate di 22 Kabupaten/Kota (mengabaikan outlier). Sebenarnya, justru dalam kasus kemenangan Lukmen di 22 Kabupaten/Kota ditemukan sejumlah keunggulan yang bersifat outlier (dengan selisih yang sangat besar, bukan mengikuti angka rata-rata success rate) sebagai contoh Kemenangan Lukmen di Kabupaten Puncak memiliki success rate mencapai 93% sedangkan pasangan Joshua hanya mencapai 7%. Namun, kami berusaha untuk bersikap “low profile”/ merendahkan hati, untuk menggunakan permodelan kurva distribusi binomial, untuk memberikan peluang yang cukup besar kepada pasangan Joshua memperoleh tambahan “angka” suara dalam proporsi yang lebih ekstra besar, namun, tetap saja hasil akhirnya, pasangan Joshua tetaplah kalah dengan selisih yang sangat besar. Ini sebagai pertanda, bahwa TUHAN TELAH MENAKDIRKAN PASANGAN LUKMEN UNTUK MEMIMPIN GERAKAN PAPUA BANGKIT, MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN, DEMI TANAH PAPUA YANG BERMARTABAT. Dengan demikian, baik angka 41,4%, maupun 37% (potensi penambahan 7 Kabupaten, dengan permodelan distribusi binomial), tetap menghasilkan peluang yang sama besarnya, untuk “kegagalan” pasangan Joshua melaksanakan gugatan di Mahkamah Konstitusi. Sehingga setiap upaya yang berusaha mendelegitimasi hasil pemilukada yang telah diselenggarakan secara demokratis di Tanah Papua, seperti yang tampak dilakukan oleh sejumlah Oknum Badan Intelijen Negara (berdasarkan laporan dari sejumlah tokoh gereja, masyarakat, dan pemantau pemilu), yang berusaha memantik konflik di tengah-tengah penyelenggaraan pesta demokrasi di Tanah Papua, yang bertujuan untuk membatalkan hasil pemilukada, merupakan pekerjaan yang sia-sia. APAPUN YANG ELIT NASIONAL LAKUKAN UNTUK MELENGSERKAN LUKAS ENEMBE, SEPERTI BERBAGAI UPAYA KRIMINALISASI DI JAUH HARI SEBELUM PEMILUKADA TERSELENGGARA, HINGGA BERUSAHA MENGGANGGU PELAKSANAAN PEMILUKADA DI TANGGAL 27 JUNI 2018, DAN PADA GILIRANNYA HENDAK MENGGUNAKAN PERANGKAT KEKUASAAN "BIN" UNTUK MENGANULIR HASIL PESTA DEMOKRASI DI TANAH PAPUA


Lukmen Menang Mutlak 70,70% Suara, Menutup Pintu Sengketa di MK

Lukmen Menang Mutlak 70,70% Suara, Menutup Pintu Sengketa di MK
dokpri

Wakil Bangsa Papua - Hasil perhitungan suara yang sudah terkumpul di 22 Kabupaten/Kota, yang telah menjalani Pleno di KPUD, yang mencapai 2.130.364 suara, telah mengunci kemenangan Pasangan Lukmen, dengan perolehan mencapai 1.506.218 suara (sebesar 70,70%). Sedangkan Pasangan Joshua hanya mampu mengantongi suara sebesar 624.146 atau hanya mencapai 29,29%.
Melihat selisih hasil perolehan Pleno KPUD yang terlampau sangat jauh, antara Pasangan Lukmen versus Joshua, yang mencapai 41,4% atau mencapai selisih 882.072 suara, menjadi angka yang sangat "impossible/mustahil" untuk disengketakan oleh pasangan yang mengalami kekalahan, sekalipun gugatan tersebut "sekedar" untuk didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi.
Sebab, Undang-Undang mengatur syarat secara terbatas "limitatif" terkait pengajuan gugatan menyangkut pembatalan hasil perhitungan suara yang dilaksanakan KPUD Kabupaten/Kota/Provinsi di Provinsi Papua ke Mahkamah Konstitusi, dengan ambang batas atas sebesar 1,5%. Yang artinya, Pasangan Joshua dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi apabila selisih perolehan suara yang disengketakan hanya berselisih paling tinggi 1,5%.
Mengapa ambang batas atas pengajuan sengketa hasil Pilkada Provinsi Papua hanya 1,5%, bahkan lebih kecil dari 2%? sebab populasi penduduk di Provinsi Papua yang tercatat dalam data resmi KPU mencapai 4.247.758 , dengan angka populasi yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 3.409.147 Suara. Berdasarkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Darah, Provinsi Papua masuk dalam kualifikasi ambang batas pengajuan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, paling tinggi mengalami selisih suara hanya mencapai 1,5% (grade populasi 2 Juta -- 6 Juta jiwa).
Sedangkan selisih perolehan suara yang dicapai pada saat tulisan ini dirilis (mengacu pada hasil tanggal 5 Juli 2018), menempatkan pasangan Lukmen mengungguli perolehan suara Joshua sebesar 41,4%. Bagi proses gugatan ke Mahkamah Konstitusi, angka 41,4% merupakan alasan pembatal setiap gugatan, bahkan setiap gugatan pasti akan mendapatkan penolakan pada fase pendaftaran gugatan di MK (mengacu pada ketentuan hukum beracara di Mahkamah Konstitusi).
Jika terdapat pernyataan sumir, bahwa keputusan "kemenangan mutlak" pasangan Lukmen belum bisa ditentukan, sebab masih terdapat sisa suara yang masih belum diplenokan di sisa 7 Kabupaten/Kota, maka mari kita menghitung berapa potensi sisa suara yang bisa diperoleh oleh kedua pasangan yang tengah menunggu hasil putusan Pleno final KPU Provinsi.
Secara garis besar, perolehan suara di 22 Kabupaten/Kota yang telah melaksanakan pleno dapat dilihat pada grafik berikut ini:
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Grafik diatas menggambarkan distribusi “success rate” untuk pasangan Lukmen versus Joshua untuk perolehan suara ditiap 22 Kabupaten/Kota, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: Kabupaten Biak Numfor 46% versus 54% (Joshua Unggul), Dogiyai 77% versus 23% (Lukmen Unggul), Nabire 56% versus 44% (Lukmen Unggul), Nduga 67% versus 33% (Lukmen Unggul), Kep. Yapen 57% versus 43% (Lukmen Ungggul), Peg. Bintang 71% versus 29% (Lukmen Unggul), Puncak Jaya 88% versus 12% (Lukmen Unggul), Sarmi 43 versus 57 (Joshua Unggul), Yalimo 93% versus 7% (Lukmen Unggul), Yahukimo 79% versus 21% (Lukmen Unggul), Keerom 63% versus 37% (Lukmen Unggul), Puncak 93% versus 7% (Lukmen Unggul), Mappi 71% versus 29% (Lukmen Unggul), Kota Jayapura 46% versus 54% (Joshua Unggul), Mamberamo Raya 68% versus 32% (Lukmen Unggul), Waropen 54% versus 46%(Lukmen Unggul), Paniai 81% versus 19% (Lukmen Unggul), Boven Digoel 65% versus 35% (Lukmen Unggul), Intan Jaya 30% versus 70% (Joshua Unggul), Merauke 49% versus 51% (Joshua Unggul), Kabupaten Jayapura 43% versus 57% (Joshua Unggul), dan Tolikara 81% versus 19% (Lukmen Unggul).
dokpri
dokpri
Berdasarkan grafik diatas, potensi perolehan suara untuk sisa 7 Kabupaten/Kota yang belum mengumumkan hasil pleno rekapitulasi surat suara, berdasarkan “perhitungan success rate di 22 Kabupaten/Kota, dapat memprediksi perolehan suara yang akan bertambah untuk pasangan Lukmen mencapai 831.209 suara (belum mengexclude potensi suara tidak sah), sedangkan pasangan Joshua hanya mampu menambah 447.574 suara (belum mengexclude potensi suara tidak sah).
Jika kita menggunakan data success rate partisipasi pemilih yang diumumkan oleh KPU Pusat untuk Pilkada Tahun 2018 yang ditetapkan pada angka 77,5%, maka koreksi perolehan suara berdasarkan perhitungan success rate di 7 Kabupaten/Kota (setelah mengexclude potensi suara tidak sah/tidak memilih) masing-masing potensi penambahan suara untuk pasangan Lukmen dapat mencapai 644.187 suara dan potensi penambahan suara untuk pasangan Joshua dapat mencapai 346.870 suara.
Dengan demikian, status keputusan pleno di 22 Kabupaten/Kota yang telah merilis hasil perhitungan suara final dimasing-masing daerah tersebut, yang mencapai 41,4%, dengan angka rata-rata success rate untuk pasangan Lukmen di 22 Kabupaten/Kota mencapai 65% sedangkan pasangan Joshua hanya sebesar 35%, sekalipun, terjadi potensi penambahan suara terhadap 7 Kabupaten/Kota yang belum mengumumkan hasil pleno rekapitulasinya, dapat dipastikan “ekspektasi” selisih perolehan suara final untuk pasangan Lukmen versus Joshua akan berada pada kisaran angka 37% (68,56% untuk Lukmen dan 31,43% untuk Joshua).
Perhitungan ini menggunakan permodelan, apabila bentuk kurva yang terbentuk, adalah kurva distribusi binomial, terutama kecenderungan untuk mendekati angka rata-rata success rate di 22 Kabupaten/Kota (mengabaikan outlier). Sebenarnya, justru dalam kasus kemenangan Lukmen di 22 Kabupaten/Kota ditemukan sejumlah keunggulan yang bersifat outlier (dengan selisih yang sangat besar, bukan mengikuti angka rata-rata success rate) sebagai contoh Kemenangan Lukmen di Kabupaten Puncak memiliki success rate mencapai 93% sedangkan pasangan Joshua hanya mencapai 7%.
Namun, kami berusaha untuk bersikap “low profile”/ merendahkan hati, untuk menggunakan permodelan kurva distribusi binomial, untuk memberikan peluang yang cukup besar kepada pasangan Joshua memperoleh tambahan “angka” suara dalam proporsi yang lebih ekstra besar, namun, tetap saja hasil akhirnya, pasangan Joshua tetaplah kalah dengan selisih yang sangat besar. Ini sebagai pertanda, bahwa TUHAN TELAH MENAKDIRKAN PASANGAN LUKMEN UNTUK MEMIMPIN GERAKAN PAPUA BANGKIT, MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN, DEMI TANAH PAPUA YANG BERMARTABAT.
Dengan demikian, baik angka 41,4%, maupun 37% (potensi penambahan 7 Kabupaten, dengan permodelan distribusi binomial), tetap menghasilkan peluang yang sama besarnya, untuk “kegagalan” pasangan Joshua melaksanakan gugatan di Mahkamah Konstitusi.
Sehingga setiap upaya yang berusaha mendelegitimasi hasil pemilukada yang telah diselenggarakan secara demokratis di Tanah Papua, seperti yang tampak dilakukan oleh sejumlah Oknum Badan Intelijen Negara (berdasarkan laporan dari sejumlah tokoh gereja, masyarakat, dan pemantau pemilu), yang berusaha memantik konflik di tengah-tengah penyelenggaraan pesta demokrasi di Tanah Papua, yang bertujuan untuk membatalkan hasil pemilukada, merupakan pekerjaan yang sia-sia.
APAPUN YANG ELIT NASIONAL LAKUKAN UNTUK MELENGSERKAN LUKAS ENEMBE, SEPERTI BERBAGAI UPAYA KRIMINALISASI DI JAUH HARI SEBELUM PEMILUKADA TERSELENGGARA, HINGGA BERUSAHA MENGGANGGU PELAKSANAAN PEMILUKADA DI TANGGAL 27 JUNI 2018, DAN PADA GILIRANNYA HENDAK MENGGUNAKAN PERANGKAT KEKUASAAN "BIN" UNTUK MENGANULIR HASIL PESTA DEMOKRASI DI TANAH PAPUA

TRADISI BAKAR BATU WARISAN NENEK MOYANG YANG TAK TERLUPAKAN

Upacara bakar batu mempunyai beberapa istilah berdasarkan sejumlah bahasa daerah di Papua. Seperti lago lakwi menurut Bahasa Lani, gapii atau mogo gapii menurut masyarakat Paniai, kit oba isago untuk warga Wamena, atau barapen menurut istilah Biak.
Tujuan orang Papua menggelar bakar batu pun beragam. Ada yang merupakan ungkapan rasa syukur atas berkat yang melimpah, menyambut kelahiran, merayakan pernikahan, meresmikan bangunan baru, juga menyambut kedatangan tamu.
Bakar batu juga digelar untuk mengumpulkan prajurit sebelum berperang, merayakan kemenangan atas perang antar suku, memulihkan keharmonisan antarmanusia akibat peperangan atau kematian, serta ungkapan saling memaafkan. Bakar batu pun digelar untuk memberikan penghormatan terakhir bagi anggota keluarga yang meninggal.

Sedangkan berdasarkan wilayah, setidaknya ada dua wilayah besar di Papua yang menggelar tradisi bakar batu meskipun dengan cara yang sedikit berbeda. Yaitu wilayah Papua Tengah atau La Pago Wilayah La Pago merupakan wilayah adat terkecil terletak di Pegunungan Papua Tengah Bagian Timur, meliputi: 1. Pegunungan Bintang 2. Wamena 3. Lani jaya 4. Puncak jaya 5. Pucak 6. Nduga 7. Yahukimo 8. Yalimo 9. Mamberamo Tengah 10. Tolikara dan wilayah Papua Timur atau Wilayah Mee Pagoterletak di Pegunungan Papua Bagian Tengah, meliputi: 1. Intan jaya 2. Paniai 3. Deiyai 4. Dogiyai 5. Nabire Gunung 6. Mimika.
Sementara kawasan Wilayah Mee Pago terletak di Pegunungan Papua Bagian Tengah, meliputi: 1. Intan jaya 2. Paniai 3. Deiyai 4. Dogiyai 5. Nabire Gunung 6. Mimika Gunung Sumber: Dewan Adat Papua. Perbedaan terletak dari bentuk lubang di tanah untuk membakar batu. " Wilayah Mee Pago lubangnya memanjang. Kalau Wilayah La Pago merupakan wilayah adat terkecil terletak di Pegunungan Papua Tengah Bagian Timur, meliputi: 1. Pegunungan Bintang 2. Wamena 3. Lani jaya 4. Puncak jaya 5. Pucak 6. Nduga 7. Yahukimo 8. Yalimo 9. Mamberamo Tengah 10. Tolikara bentuk lubang bulat. Tapi cara memasaknya sama.

Tradisi itu pun masih dipegang kuat oleh orang Papua di mana pun mereka berdomisili. Mereka biasa menggelar bakar batu untuk merayakan ulang tahun, Natal, atau pun syukuran karena lulus kuliah menyandang gelar sarjana.
Makanan yang disajikan pun tetaplah makanan khas Papua, seperti daging babi dan ubi-ubian. Babi pun bukan binatang yang sulit didapatkan di papua. Mengingat sejumlah peternak babi banyak mengembangbiakkannya di sana. Ketela rambat (ubi)dan singkong (pohong)juga mudah didapatkan di pasar-pasar tradisional. Mereka tetap memilih memasaknya beramai-ramai di dalam tungku dari timbunan batu panas.

Lantaran bakar batu bukan sekedar seni memasak daging dan ubi di atas batu panas. Melainkan sebuah tradisi turun-temurun yang mengandung banyak nilai budaya yang harus dilestarikan dan dijunjung tinggi. "Kalau tak ada bakar batu tidak lengkap. Dilihat dari nilai derajatnya enggak ada apa-apanya (dibandingkan lewat masakan lain), derajat yang dimaksud bukan pada strata sosial. Melainkan ada nilai lebih yang didapatkan saat kebudayaan yang turun-temurun itu dipertahankan. Lewat tradisi bakar batu pula, ikatan kekeluargaan yang kuat dibangun warga Papua melalui kerja sama. "Memasak di dapur hanya melibatkan beberapa orang saja. Kalau bakar batu melibatkan semua orang.
Pelibatan banyak orang tidak hanya ketika menikmati masakan yang sudah matang secara bersama-sama. Melainkan sejak awal prosesi, baik laki-laki maupun perempuan segala umur berbagi tugas. "Jadi kerjanya bersama. tidak ada yang santai. Asap putih membumbung tinggi dari celah-celah bebatuan yang saling ditumpuk.

Lalu laki-laki menggali lubangdi atas tanah dengan kedalaman sekitar dua setengah meter dan berdiameter dua meter. Ukuran lubang disesuaikan dengan seberapa banyak bahan makanan yang akan dimasak.Tentu saja banyaknya makanan disesuaikan dengan berapa jumlah orang yang akan menyantapnya.
Batu-batuyang diambil dari sungai disusun di dalam lubang. Cara mengangkut batu dan meletakkan di dalam lubang pun menggunakan teknik tertentu. Batu diambil dan diangkut dengan penjepit yang disebut apando. Jangan dibayangkan apando adalah alat pabrikan. Melainkan berupa dahan pohon yang dibelah menjadi dua pada bagian ujungnya. Di ujung kayu itulah, batu-batu yang masih dingin itu dijepit, diangkut, lalu disusun di atas lubang. Alat itu juga untuk mengeluarkan bebatuan yang membara dari lubang usai masakan matang. Kemudian sejumlah kayu disusun di atas batu. Dari kayu itu pula, api dinyalakan untuk memasak batu. Lalu sejumlah batu disusun kembali di atasnya. Setidaknya membutuhkan waktu satu sampai dua jam untuk membuat bebatuan panas dan siap memanggang daging.

Tak sampai di situ tugas lelaki. Di tangan mereka pula, babi yang menguik itu dibunuh dengan cara dipanah, bukan disembelih. Memanah babi itu pula cara yang digunakan dalam tradisi bakar batu di tanah Papua. Tugas memanah diserahkan pada ahlinya. Dibutuhkan orang yang benar-benar mampu memanah dalam satu tarikan busur dengan satu anak panah tepat mengenai jantung babi. Babi yang akan dipanah dalam kondisi bebas tanpa diikat apapun. Biasanya si pemanah adalah orang Papua yang dituakan.
Jika babi itu tak lekas mati, maka diyakini akan ada pertanda buruk yang bakal terjadi. Bahwa harapan dari tujuan penyelenggaran tradisi bakar batu tidak kesampaian. Penanda itu juga bisa dilihat dari matang tidaknya daging, ubi-ubian, juga sayuran. Apabila tidak matang, pertanda ada persoalan yang belum selesai. "Jadi setiap prosesi kami lihat secara detil dari awal sampai akhir untuk membaca simbol-simbol itu.
Kaum lelaki pula yang memotong daging babimenjadi dua bagian untuk dipanggang di atas batu. Sedangkan yang mencuci daging adalah perempuan, berikut membersihkan sayuran dan ubi, serta menyiapkan bumbu. "Pakai bumbu dapur biasa. Seperti merica, bawang merah putih, kunyit yang semuanya diblender.
Setelah bebatuan itu memerah, kemudian ditimbun dengan bebatuan lagi agar bahan makanan tidak gosong. Cara lain untuk mengurangi panas adalah dengan menyiram batu dengan sedikit air agar uapnya naik. Baru kemudian batu-batu itu ditutup dengan daun pisang.
Cara meletakkan daun yang bentuknya memanjang itu pun tak asal-asalan. Melainkan disusun dengan meletakkan pangkal daun di atas lubang berbatu dengan ujung daun mengarah ke luar. Hasil susunannya pun membentuk lingkaran. Barulah di atasnya ditimbun dengan ketela, daun pisang, batu, sayuran, batu lagi, baru kemudian daging di bagian paling atas yang ditimbun sayuran. Barulah bumbu yang berbentuk cair itu diguyurkan di atas sayuran. "Butuh waktu sekitar 30 menit agar bahan makanan itu matang.

Dedaunan yang turut dimasak terlihat layu. Daging, ketela, singkong dan sayuran yang telah matang dibagi di atas lembar-lembar daun pisang sebagai pengganti piring. Setiap kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari kurang lebih 10 orang meriungi lembaran-lembaran daun itu untuk bersantap bersama.

Jumat, 06 Juli 2018

Teror Kelompok Bersenjata Papua, Warga Nduga Mengungsi ke Timika

Reporter: 

Antara

Editor: Weliben weya 
6 Juli 2018 11:48 WIB
  1. Ratusan pengungsi warga tiga desa, Banti, Utikini dan Kimbeli, Distrik Tembagapura dicatat datanya oleh petugas Pemda, di Gedung Eme Neme Yauware, Timika, Papua, 20 November 2017. ANTARA FOTO

TEMPO.CO, Timika - Para pengungsi asal Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, hingga kini terus berdatangan ke Agats, Kabupaten Asmat, yang merupakan daerah tetangga terdekat. Gelombang pengungsi ini terjadi setelah meningkatnya gangguan keamanan oleh kelompok bersenjata belakangan ini.

Teror Kelompok Bersenjata Papua, Warga Nduga Mengungsi ke Timika

Reporter: 

Antara

Editor: 

Ninis Chairunnisa

6 Juli 2018 11:48 WIB
Ratusan pengungsi warga tiga desa, Banti, Utikini dan Kimbeli, Distrik Tembagapura dicatat datanya oleh petugas Pemda, di Gedung Eme Neme Yauware, Timika, Papua, 20 November 2017. ANTARA FOTO

TEMPO.CO, Timika - Para pengungsi asal Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, hingga kini terus berdatangan ke Agats, Kabupaten Asmat, yang merupakan daerah tetangga terdekat. Gelombang pengungsi ini terjadi setelah meningkatnya gangguan keamanan oleh kelompok bersenjata belakangan ini.

Lukmen Menang Mutlak 70,70% Suara, Menutup Pintu Sengketa di MK 7 Juli 2018 01:09 Diperbarui: 7 Juli 2018 01:09 1633 0 0 Lukmen Menang Mutlak 70,70% Suara, Menutup Pintu Sengketa di MK dokpri Wakil Bangsa Papua - Hasil perhitungan suara yang sudah terkumpul di 22 Kabupaten/Kota, yang telah menjalani Pleno di KPUD, yang mencapai 2.130.364 suara, telah mengunci kemenangan Pasangan Lukmen, dengan perolehan mencapai 1.506.218 suara (sebesar 70,70%). Sedangkan Pasangan Joshua hanya mampu mengantongi suara sebesar 624.146 atau hanya mencapai 29,29%. Melihat selisih hasil perolehan Pleno KPUD yang terlampau sangat jauh, antara Pasangan Lukmen versus Joshua, yang mencapai 41,4% atau mencapai selisih 882.072 suara, menjadi angka yang sangat "impossible/mustahil" untuk disengketakan oleh pasangan yang mengalami kekalahan, sekalipun gugatan tersebut "sekedar" untuk didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi. Sebab, Undang-Undang mengatur syarat secara terbatas "limitatif" terkait pengajuan gugatan menyangkut pembatalan hasil perhitungan suara yang dilaksanakan KPUD Kabupaten/Kota/Provinsi di Provinsi Papua ke Mahkamah Konstitusi, dengan ambang batas atas sebesar 1,5%. Yang artinya, Pasangan Joshua dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi apabila selisih perolehan suara yang disengketakan hanya berselisih paling tinggi 1,5%. Mengapa ambang batas atas pengajuan sengketa hasil Pilkada Provinsi Papua hanya 1,5%, bahkan lebih kecil dari 2%? sebab populasi penduduk di Provinsi Papua yang tercatat dalam data resmi KPU mencapai 4.247.758 , dengan angka populasi yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 3.409.147 Suara. Berdasarkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Darah, Provinsi Papua masuk dalam kualifikasi ambang batas pengajuan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, paling tinggi mengalami selisih suara hanya mencapai 1,5% (grade populasi 2 Juta -- 6 Juta jiwa). Sedangkan selisih perolehan suara yang dicapai pada saat tulisan ini dirilis (mengacu pada hasil tanggal 5 Juli 2018), menempatkan pasangan Lukmen mengungguli perolehan suara Joshua sebesar 41,4%. Bagi proses gugatan ke Mahkamah Konstitusi, angka 41,4% merupakan alasan pembatal setiap gugatan, bahkan setiap gugatan pasti akan mendapatkan penolakan pada fase pendaftaran gugatan di MK (mengacu pada ketentuan hukum beracara di Mahkamah Konstitusi). Jika terdapat pernyataan sumir, bahwa keputusan "kemenangan mutlak" pasangan Lukmen belum bisa ditentukan, sebab masih terdapat sisa suara yang masih belum diplenokan di sisa 7 Kabupaten/Kota, maka mari kita menghitung berapa potensi sisa suara yang bisa diperoleh oleh kedua pasangan yang tengah menunggu hasil putusan Pleno final KPU Provinsi. Secara garis besar, perolehan suara di 22 Kabupaten/Kota yang telah melaksanakan pleno dapat dilihat pada grafik berikut ini: dokpri dokpri dokpri dokpri Grafik diatas menggambarkan distribusi “success rate” untuk pasangan Lukmen versus Joshua untuk perolehan suara ditiap 22 Kabupaten/Kota, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: Kabupaten Biak Numfor 46% versus 54% (Joshua Unggul), Dogiyai 77% versus 23% (Lukmen Unggul), Nabire 56% versus 44% (Lukmen Unggul), Nduga 67% versus 33% (Lukmen Unggul), Kep. Yapen 57% versus 43% (Lukmen Ungggul), Peg. Bintang 71% versus 29% (Lukmen Unggul), Puncak Jaya 88% versus 12% (Lukmen Unggul), Sarmi 43 versus 57 (Joshua Unggul), Yalimo 93% versus 7% (Lukmen Unggul), Yahukimo 79% versus 21% (Lukmen Unggul), Keerom 63% versus 37% (Lukmen Unggul), Puncak 93% versus 7% (Lukmen Unggul), Mappi 71% versus 29% (Lukmen Unggul), Kota Jayapura 46% versus 54% (Joshua Unggul), Mamberamo Raya 68% versus 32% (Lukmen Unggul), Waropen 54% versus 46%(Lukmen Unggul), Paniai 81% versus 19% (Lukmen Unggul), Boven Digoel 65% versus 35% (Lukmen Unggul), Intan Jaya 30% versus 70% (Joshua Unggul), Merauke 49% versus 51% (Joshua Unggul), Kabupaten Jayapura 43% versus 57% (Joshua Unggul), dan Tolikara 81% versus 19% (Lukmen Unggul). dokpri dokpri Berdasarkan grafik diatas, potensi perolehan suara untuk sisa 7 Kabupaten/Kota yang belum mengumumkan hasil pleno rekapitulasi surat suara, berdasarkan “perhitungan success rate di 22 Kabupaten/Kota, dapat memprediksi perolehan suara yang akan bertambah untuk pasangan Lukmen mencapai 831.209 suara (belum mengexclude potensi suara tidak sah), sedangkan pasangan Joshua hanya mampu menambah 447.574 suara (belum mengexclude potensi suara tidak sah). Jika kita menggunakan data success rate partisipasi pemilih yang diumumkan oleh KPU Pusat untuk Pilkada Tahun 2018 yang ditetapkan pada angka 77,5%, maka koreksi perolehan suara berdasarkan perhitungan success rate di 7 Kabupaten/Kota (setelah mengexclude potensi suara tidak sah/tidak memilih) masing-masing potensi penambahan suara untuk pasangan Lukmen dapat mencapai 644.187 suara dan potensi penambahan suara untuk pasangan Joshua dapat mencapai 346.870 suara. Dengan demikian, status keputusan pleno di 22 Kabupaten/Kota yang telah merilis hasil perhitungan suara final dimasing-masing daerah tersebut, yang mencapai 41,4%, dengan angka rata-rata success rate untuk pasangan Lukmen di 22 Kabupaten/Kota mencapai 65% sedangkan pasangan Joshua hanya sebesar 35%, sekalipun, terjadi potensi penambahan suara terhadap 7 Kabupaten/Kota yang belum mengumumkan hasil pleno rekapitulasinya, dapat dipastikan “ekspektasi” selisih perolehan suara final untuk pasangan Lukmen versus Joshua akan berada pada kisaran angka 37% (68,56% untuk Lukmen dan 31,43% untuk Joshua). Perhitungan ini menggunakan permodelan, apabila bentuk kurva yang terbentuk, adalah kurva distribusi binomial, terutama kecenderungan untuk mendekati angka rata-rata success rate di 22 Kabupaten/Kota (mengabaikan outlier). Sebenarnya, justru dalam kasus kemenangan Lukmen di 22 Kabupaten/Kota ditemukan sejumlah keunggulan yang bersifat outlier (dengan selisih yang sangat besar, bukan mengikuti angka rata-rata success rate) sebagai contoh Kemenangan Lukmen di Kabupaten Puncak memiliki success rate mencapai 93% sedangkan pasangan Joshua hanya mencapai 7%. Namun, kami berusaha untuk bersikap “low profile”/ merendahkan hati, untuk menggunakan permodelan kurva distribusi binomial, untuk memberikan peluang yang cukup besar kepada pasangan Joshua memperoleh tambahan “angka” suara dalam proporsi yang lebih ekstra besar, namun, tetap saja hasil akhirnya, pasangan Joshua tetaplah kalah dengan selisih yang sangat besar. Ini sebagai pertanda, bahwa TUHAN TELAH MENAKDIRKAN PASANGAN LUKMEN UNTUK MEMIMPIN GERAKAN PAPUA BANGKIT, MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN, DEMI TANAH PAPUA YANG BERMARTABAT. Dengan demikian, baik angka 41,4%, maupun 37% (potensi penambahan 7 Kabupaten, dengan permodelan distribusi binomial), tetap menghasilkan peluang yang sama besarnya, untuk “kegagalan” pasangan Joshua melaksanakan gugatan di Mahkamah Konstitusi. Sehingga setiap upaya yang berusaha mendelegitimasi hasil pemilukada yang telah diselenggarakan secara demokratis di Tanah Papua, seperti yang tampak dilakukan oleh sejumlah Oknum Badan Intelijen Negara (berdasarkan laporan dari sejumlah tokoh gereja, masyarakat, dan pemantau pemilu), yang berusaha memantik konflik di tengah-tengah penyelenggaraan pesta demokrasi di Tanah Papua, yang bertujuan untuk membatalkan hasil pemilukada, merupakan pekerjaan yang sia-sia. APAPUN YANG ELIT NASIONAL LAKUKAN UNTUK MELENGSERKAN LUKAS ENEMBE, SEPERTI BERBAGAI UPAYA KRIMINALISASI DI JAUH HARI SEBELUM PEMILUKADA TERSELENGGARA, HINGGA BERUSAHA MENGGANGGU PELAKSANAAN PEMILUKADA DI TANGGAL 27 JUNI 2018, DAN PADA GILIRANNYA HENDAK MENGGUNAKAN PERANGKAT KEKUASAAN "BIN" UNTUK MENGANULIR HASIL PESTA DEMOKRASI DI TANAH PAPUA

Lukmen Menang Mutlak 70,70% Suara, Menutup Pintu Sengketa di MK dokpri Wakil Bangsa Papua  - Hasil perhitungan suara yang s...